Senin, 08 Mei 2017 0 komentar

Almamaterku Menuju Dunia




Kata orang, belajar itu tidak kenal tempat dan tidak kenal umur.
Prinsip itu yang aku pegang sampai umurku yang sekarang ini. Karena apa?, menurutku belajar itu selain membuat kita menjadi bertambah pengetahuannya. Kita juga bisa tahu, seberapa bermanfaatkah ilmu yang kita pelajari untuk diri sendiri dan juga lingkungan sekitar. Oleh karena itu, selama masih ada niat dan semangat untuk belajar maka jangan batasi dirimu !.

Aku memang bukan mahasiswa “asli” dari Udinus. Maksudnya adalah, aku itu mahasiswa Transfer dari lulusan D3 (Diploma 3) ke jenjang S1. Artinya, aku memang tidak mengikuti kuliah dari semester awal. Tetapi aku hanya mengambil mata kuliah yang kurang saja, untuk selanjutnya di konversi ke dalam SKS di jenjang S1. Dulu aku adalah mahasiswa program D3 - Hubungan Masyarakat sebuah universitas negeri dan lulus 2016. Sekarang aku resmi tercatat sebagai mahasiswa Transfer di S1 Ilmu Komunikasi Udinus.

Mungkin temen-temen yang dikampusku dulu bertanya-tanya, Kenapa lanjutnya Udinus?. Langsung aku jawab, karena Udinus itu kampus berbasis teknologi dan kewirausahaan. Bayangkan saja kampus yang punya tagline “for a better future” ini sangat inovatif dan kreatif khususnya dalam bidang teknologi. Tak jarang mahasiswa disana mendapatkan banyak prestasi baik tingkat nasional maupun internasional khususnya dibidang teknologi. Ada salah satu hal yang membuat aku kagum sampai sekarang ini. Mahsiswa Udinus itu juga ternyata sampai sekarang masih melestarikan warisan budaya, dan uniknya budaya tersebut dikolaborasikan dengan pemanfaatan teknologi. Salah satunya, adalah dengan alat musik Gamelan yang dibuat elektronik atau disebut E-Gamelan. Bisa dibayangkan, bagaimana seru dan asiknya para mahasiswa Udinus bermain Gamelan dengan memanfaatkan Gadget mereka, Woaw Keren.....

Udinus memang kampus unggulan. Sebutan tersebut sangat pantas disematkan buat kampus yang terletak disekitar area Tugu Muda Semarang ini. Karena letaknya yang sangat strategis, dan juga bangunan gedung kampusnya yang futuristik. Tak heran, kampus ini semakin dikenal masyarakat luas. Unggul dalam sarana dan prasarana, unggul dalam bidang teknologi dan mengedepankan semangat kewirausahaan menjadikan kunci keberhasilan dan Eksistensi Udinus sampai saat ini.

Sedikit berbagi pengalaman tentang semangat kewirausahaan di Udinus. Beberapa waktu yang lalu aku dan teman-teman mendapat “tantangan” dari dosen untuk membuat buku. Tidak hanya sekedar membuat buku kami juga dituntut untuk self publishing. Artinya kami harus menerbitkan buku tersebut bekerjasama dengan percetakan dan juga mengurus ISBN (Internasional Standard Book Number) dan menjualkannya secara mandiri. Awalnya kami sempat pesimis, karena takut karya kami nanti tidak dihargai. Maklum waktu itu kami terdiri dari 10 orang, yang tidak begitu ahli dalam menulis dan semuanya belum tentu memiliki semangat berkarya. Tapi karena ada dosen pembimbing kami yang selalu menguatkan kami untuk maju terus. Akhirnya kami menjadi semangat untuk membuat buku.

Singkat cerita kami pun berhasil membuat buku tersebut hingga mampu cetak 100 eksemplar. Buku ini kami beri judul “Kita (pernah) Wisuda”. Judul ini dipilih karena kami bersepuluh adalah mahasiswa yang pernah lulus sebelumnya dijenjang D3, dan sekarang kami menjadi mahasiswa Transfer di Udinus. Ada yang bikin kami bangga, karena dosen pembimbing kami juga ikut menulis di dalam buku ini. Sehingga ada 11 penulis dan 11 cerita yang berbeda dari tiap halaman di buku ini. Rasa bangga dan bersyukur tidak berhenti kami ucapkan, ketika kami tahu bahwa buku kami akan di launching di TVKU (TV Kampus Udinus). Hingga saat ini banyak dari teman-teman kami yang tertarik untuk membaca buku yang kami keluarkan. Menurut kami, semangat kewirausahaan itu bukan hanya melulu soal uang. Akan tetapi, semangat kewirausahaan adalah saat kita memiliki sikap dan juga semangat untuk selalu kreatif dan inovatif dalam menghasilkan sebuah usaha atau karya.
Foto Launching Buku Kita (pernah) Wisuda di TVKU Semarang
Ada pepatah bilang “Tuntutlah Ilmu Walau Sampai ke Negeri China”. Pepatah itu aku rasa sangat melekat dipemikiran masyarakat luas. Karena hal itu yang mendasari kenapa aku di Udinus. Almamaterku sekarang menuju Dunia. Banyak kerjasama kelas dunia yang telah dilakukan oleh Udinus. Mahasiswa Udinus juga banyak yang student exchange baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tidak kalah lagi banyak dosen dan mahasiswa luar negeri yang menimba ilmu di Udinus. Bisa dibayangkan bagaimana hebatnya Udinus yang tidak hanya terkenal di Jawa Tengah saja bahkan sampai luar negeri tahu kualitas Udinus.

Apabila aku diberi kesempatan untuk bisa student exchange ke luar negeri, aku akan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Ilmu dan budaya-budaya yang aku dapatkan disini, akan aku bawa dan tunjukan dengan bangga kepada mahasiswa di luar negeri sana. Supaya masyarakat di luar negeri sana tahu bahwa Indonesia itu sangat indah dan beragam. Dan, ketika aku kembali lagi ke Indonesia aku akan memanfaatkan ilmu yang aku dapat disana dengan sebaik-baiknya dan untuk membangun Indonesia yang lebih baik lagi.

Karena definsi sukses dalam menuntut Ilmu adalah apabila ilmu yang dipelajari dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Jumat, 11 November 2016 0 komentar

Bahasa Krama, Kaya Tata Krama



Saya sering mendengar sebuah pepatah bahwa “Bahasa adalah alat pemersatu bangsa”. Kalimat itu mungkin memang tidak asing di telinga kita. Bahasa Indonesia sendiri, adalah bahasa utama dari identitas bangsa Indonesia. Wilayah Indonesia sangat luas terdiri dari berbagai suku, ras, agama, maupun bahasa. Ada berbagai macam bahasa dari tiap daerah diantaranya, ada bahasa batak, bahasa bugis, bali, sunda, maupun bahasa jawa. Dari berbagai keanekaragaman tersebut membuat Indonesia semakin berwarna dan kaya akan budaya.
Tinggal dan dibesarkan di tanah Jawa membuat saya banyak banyak belajar budaya Jawa. Di mana budaya Jawa mengajarkan kita untuk saling menjunjung tinggi tata krama. Mulai dari belajar menghormati orang tua dengan bahasa, tingkah laku, maupun tutur kata. Saling menghormati dan menghargai antara yang muda dan tua jadi kunci utama budaya jawa. Salah satu bentuk menghargai antara yang muda dengan yang tua adalah dengan berkomunikasi. Caranya pun berbeda antara komunikasi dengan anak muda kepada orang tua, ataupun antar anak muda dengan anak muda. Cara berkomunikasi dalam budaya Jawa ini lebih dikenal dengan sebutan Bahasa Krama atau “boso kromo”.
Bahasa Krama sendiri merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa sendiri khususnya. Menggunakan bahasa Krama sendiri ini sangat baik untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau yang lebih dihormati. Bahasa Krama juga memiliki banyak tingkatan-tingkatan, untuk berkomunikasi dengan siapa lawan bicaranya. Salah satu bentuk bahasa Krama yang sering diajarkan disekolah-sekolahan adalah bahasa krama inggil atau bisa juga disebut bahasa krama alus.  Salah satu contoh adalah ketika kita berbicara dengan teman kita, wes mangan durung? Kalimat tersebut merupakan bahasa jawa ngoko yang artinya sudah makan belum?. Akan tetapi menjadi beda bahasa ketika kita sedang berbicara dengan orang tua kita yang menggunakan basa Krama inggil, bapak sampun dhahar menopo dereng?. Artinya sama yaitu menanyakan sudah makan apa belum?. Akan tetapi bahasa jawa tersebut digunakan untuk menghormati orang tua, nada gaya bicarapun juga berbeda. Jika bahasa ngoko merupakan bahasa yang digunakan dengan nada bicara sedang, berbeda dengan bahasa Krama inggil yang nada bicaranya halus, penuh sopan santun dan lebih tertata dengan baik.
Namun, di era sekarang penggunan bahasa Krama inggil sudah mulai agak dilupakan. Di mana tempat saya tinggal yaitu di kota Semarang, penggunan bahasa ini nampaknya tidak semuanya paham betul.  Walaupun mungkin di sekolah-sekolah dasar yang berada di Semarang khususnya, pelajaran bahasa Krama inggil  ini masih diajarkan. Tetapi nampaknya bahasa asing sekarang lebih mendominasi. Banyak tempat les bahasa asing yang mulai dipadati murid-murid. Sepertinya orang tua di jaman sekarang lebih mendukung anak-anaknya untuk belajar bahasa asing ketimbang belajar bahasa daerah. Alasanya mungkin, orang tua ingin anaknya memiliki “nilai lebih” dalam menggunakan bahasa-bahasa asing khususnya.
Era Digital seperti ini memungkinkan untuk setiap orang belajar maupun mendapatkan informasi dari manapun. Hal ini mungkin yang menjadi pertimbangan orang tua untuk melatih anaknya belajar bahasa asing. Di mana sekarang informasi digital banyak yang menggunakan bahasa asing dalam tampilannya. Anak-anak muda sekarang juga dalam gaya berbicara sering mencampurkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa inggris, tujuannya satu biar dibilang keren. Sewaktu saya berjalan-jalan ke mall, saya pernah melihat seorang anak dengan ibunya yang sedang berbicara dengan bahasa inggris, padahal orang tersebut orang Pribumi. Meskipun saya tidak begitu paham dengan apa yang dibicarakan, tetapi nampak dalam percakapan tersebut anak itu marah dengan ibunya, dan berkata-kata kasar menggunakan bahasa inggris. Seketika orang disekitarnya melihat percakapan anak dan ibunya itu, dengan tatapan yang tajam. Walaupun ada yang mengerti atau tidak mengerti bahasa yang digunakan tersebut, dari percakapan itu terlihat bahwa bahasa yang digunakan itu tidak menunjukan rasa hormat anak terhadap ibunya.
Saya sendiri sangat setuju ketika kita belajar banyak bahasa asing. Karena tujuan belajar itu adalah menambah ilmu. Akan tetapi kita juga harus bijak dalam menggunakan bahasa asing yang kita pelajari. Supaya kita bisa mendapatkan hal-hal yang positif dari apa yang kita pelajari. Toh, bahasa asing juga menambah skill kita untuk bisa berkomunikasi dengan baik pada orang-orang yang berada di luar wilayah kita (Warga Negara Asing). Tetapi kita tidak boleh lupa juga dengan bahasa daerah. Karena menurut saya, bahasa daerah khususnya bahasa jawa Krama inggil merupakan bahasa yang kaya akan tata krama. Di mana dalam menggunakan bahasa ini kita dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan siapa lawan bicara kita. Unggah-ungguh dan sopan santun dari menggunakan bahasa Krama inggil ini sangat perlu diperhatikan. Artinya ketika kita berbicara dengan orang yang dihormati atau yang lebih tua nada atau gaya bicara kita harus lemah lembut, tidak menggunakan nada yang keras, gaya berbicara juga ditata, dan tetap sopan.
Karena Bahasa Krama, Kaya Tata Krama, Mari Kita Pelajari Bersama.
 
;